Langsung ke konten utama

lupis fenomenal

Tepat di ujung depan ruko pertigaan Jalan Bumijo yang berbatasan dengan Jalan Diponegoro, sejumlah orang berdiri. Mereka menunggu seseorang dengan sabar. Yang mereka tunggu adalah Mbah Satinem, penjual jajanan tradisional, mulai dari lupis, gatot, tiwul, hingga cenil. Perempuan yang lahir pada saat Jepang angkat kaki dari Indonesia itu setiap pagi berjualan ditemani anak keduanya, Mukinem. Untuk bisa menikmati kudapan tradisional buatan Mbah Satinem, pembeli harus datang pagi-pagi. Sebab meski hanya berjualan di emperan toko namun pelanggan olahan tangan Mbah Satinem banyak. Biasanya, Mbah Satinem telah menyiapkan beberapa kursi bagi yang ingin makan di lokasi meski tidak banyak. Sambil menikmati lupis hingga gatot buatannya, pelanggan bisa menikmati suasana pagi di Jalan Diponegoro atau kawasan Tugu Yogyakarta. Kerap terjadi, seluruh dagangan Mbah Satinem ludes terjual pada pukul 7.30 WIB. "Saya buka sekitar pukul 06.00 WIB, tutupnya enggak pasti, pokoknya sampai dagangan habis. Kadang jam 7.30 WIB atau jam 8.30 WIB sudah habis. Itu saja masih banyak yang datang mau beli," ujar Mbah Satinem saat ditemui Kompas.com, Rabu (6/4/2017). Kepada setiap pembeli yang datang, Mbah Satinem selalu menyambut dengan senyuman. Dia dan putrinya pun selalu menjawab dengan halus ketika ada pembeli yang datang padahal dagangan sudah habis. "Saya juga kasihan kadang ada yang sudah antre eh kehabisan, tetapi ya mau gimana lagi," ucapnya. Temurun Mbah Satinem bercerita, dulu orangtuanya juga berjualan ragam jajanan tradisional tersebut. Oleh karena itu, dia sering ikut membantu membuat sekaligus berjualan. Baru pada tahun 1963, Mbah Satinem mulai membuat lupis hingga cenil sendiri sesuai dengan resep yang diajarkan ibunya lalu menjajakannya. "Dulu Simbok (Ibu) yang jualan. Saya berjualan sendiri itu sejak 1963. Resepnya turun-temurun. Masaknya masih memakai kayu," tuturnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lupis Buatan Mbah Satinem Digemari Soeharto hingga Pemilik Hotel", https://regional.kompas.com/read/2017/04/11/07000071/lupis.buatan.mbah.satinem.digemari.soeharto.hingga.pemilik.hotel?page=all.
Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Komentar

Postingan populer dari blog ini

legenda mbah satinem

Dari Yogyakarta, ada 4 pahlawan kuliner yang kisahnya diangkat. Penulis buku Top Tables: A Food Traveller's Companion, Kevindra P. Soemantri menyisipkan narasi dari tiap kisah pahlawan kuliner itu. Ia menilai Yogyakarta patut diangkat karena kota ini punya peran unik di Indonesia. "Seperti lorong untuk melihat 1.000 tahun ke belakang," katanya. Yang paling menarik perhatian tentunya Mbah Satinem. Legenda kuliner ini adalah seorang penjaja   jajan pasar  yang sudah berjualan lebih dari 50 tahun. Namanya mulai dikenal masyarakat usai Presiden Soeharto menyukai ragam jajan pasar buatan wanita dengan sapaan akrab 'Mbah' ini. Tiap pagi, Mbah Satinem berjualan di depan ruko di Jl. Bumijo, Jetis. Sebelum ia tiba, sering kali pelanggan setianya sudah mengantre. Saking banyaknya antrean, Mbah Satinem yang dibantu putrinya berjualan membuat kartu nomor guna mencegah pelanggan berebut. Racikan jajan pasarnya istimewa karena masih dibuat dengan resep klasik. Resep itu didap...

madu mongso

Sebagai ciri khas yang membedakan dengan makanan tradisional lainnya, madu mongso biasanya dibungkus dengan plastik dan kertas warna-warni. Dilansir dari  Kompasiana ,  madu mongso berasal dari kata "madu" dan "mongso" dengan pengertian "madu" adalah cairan manis dari tumbuhan dan "mongso" yang berarti makanan. Mongso juga bisa berasal dari akta "rumongso" yang berarti dipikir atau dikira, sehingga bisa dimaksudkan madu mongso adalah makanan yang dikira mirip manisnya dengan madu.  Bisa disimpulkan bahwa madumongso adalah makanan semanis madu yang siap makan. Madumongso diperkirakan sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram Kuno. Madumongso dan  jenang  adalah makanan istimewa yang hanya dinikmati para raja zaman karena pada saat itu ketan masih mahal dan sulit didapat. Pada perkembangannya, madumongso bisa dinikmati masyarakat umum dan menjadi jajanan tradisional yang selalu ada di setiap perayaan. Meski mungkin tidak sepopuler kue-k...